Berdebat, perlukah hingga tetes darah terakhir? Waduh, kayaknya enggak ya! Setidaknya bagi saya. Adalah hak orang lain untuk berdebat hingga berbusa - busa atau berjam - jam lamanya. Saya malas! Mendingan waktu yang ada dimanfaatkan untuk bersepeda ke tepi sawah, jogging di taman atau membuat prakarya. Atau yang terbaik, …membuat puisi cinta. Sweet!
Pusing saya mendengar orang ribut - ribut! Tetangga sebelah rumah saya kerap bertengkar, pasutri. Yup, anaknya sudah kuliah, tetapi sang istri sering berteriak seperti terompet tahun baru dan suami membentak layaknya martil menggedor - gedor kayu. Sungkanlah pasti! Dinding rumah tak seberapa tebal. Kami masih maklum dan tidak mengurus, namun bagaimana dengan tetangga lainnya? Apa tidak malu? Diproklamirkan ke publik, itu lho pasutri yang suka berantem dan ribut - ribut, sudah STW pula! Oalah!
Itu baru masalah pasutri, masih ada sejuta perselisihan dan debat lainnya. Debat di kantor, debat masalah agama, debat dengan orang - orang yang lebih tua atau bahkan debat politik. Tinggal dipilih saja mau debat yang mana. Suka - suka, aneka pilihan bagi yang berkenan debat. Saya biasanya duduk manis dan menyimak. Kalo didebat saya suka bingung, karena malas tarik urat. Kadang saya tahu, saya benar, tapi tetap saja saya malas berdebat. Dan ibu saya sering menasihati, ’sing waras ngalah’, artinya yang berpikiran logis, silahkan mengalah. Jadi saya cuman memandang bingung berkata, ‘eerrr..errr’ dan silahkan menang. Horee!
Saya jarang berdebat dengan orang yang tidak saya kenal dengan baik, justru saya lebih sering berdebat dengan keluarga sendiri atau sahabat sendiri. Mengapa? Menurut pengamatan saya, mengedukasi orang lain bukan tugas saya. Apalagi bagi orang yang tidak ingin berubah, menjadi manusia dengan kombinasi IQ (kecerdasan), SQ (kebijakan) dan EQ (kemampuan sosial) terbaik. Mengedukasi lingkaran dalam seperti anggota keluarga, pertemanan, termasuk diri sendiri, itu menjadi tugas saya. Thus, berdebat dengan lingkaran dalam tidaklah terlalu berbeban, pun jika ternyata kita yang salah dalam mengemukakan pendapat, memulihkan hubungan lebih cepat. Orang lain? Mereka tidak mengenal kita sebaik lingkaran dalam keluarga dan teman-teman kita, bisa jadi murka besar!
Sesuatu yang terkait emosi paling mudah dikontrol oleh diri sendiri. Kita, seharusnya dapat mengontrol emosi kita. Tetapi sudah pasti, kita tidak dapat mengontrol emosi orang lain. Nah, berdebat atau silang pendapat ujung - ujungnya selalu menjurus pada kalah - menang. Kalau pertandingan tinju, siapa KO itu kalah. Kalo debat, adu kata, masakan harus berakhir adu jotos? Kayak manusia bar-bar saja. Jika terpaksa, pilih perdebatan Anda, setidaknya yang menurut Anda layak dipertarungkan. Dan jangan lupa, dengan siapa Anda berdebat, Anda harus tahu!
Tipikal Kepribadian Manusia
Berikut ini adalah tipe - tipe kepribadian manusia menurut Hippocrates (460-370 SM). Dengan membaca latar belakang, watak dan barangkali tingkat pendidikan, Anda dapat mengenali lawan debat Anda dengan baik sehingga Anda mengerti bahwa Anda berada di medan pertarungan yang tepat.
1. Sanguinis
Si populer. Sangat mengumbar emosi, mudah gaul. Tidak suka berpikir yang rumit dan ceplas - ceplos dalam berucap. Orang bertipe sanguinis aktif dalam berbagai kegiatan dan menyenangkan. Hal yang kurang pas adalah mereka mudah ikut arus dan tidak konsisten. Kemana emosi dan perasaan membawanya gembira, kesitu ia akan mengkuti.
2. Melankolis
Tertutup, hati - hati dan punya cita rasa seni. Memperhatikan detail dan juga cerdas. Orang - orang bertipe ini tersembunyi di balik layar. Jarang menonjolkan diri, namun disukai oleh orang lain karena kesabaran dan loyalitasnya. Sayang, orang yang melankolis mudah bersedih dan larut dengan perasaan. Demikian pula mudah berpikir negatif dan mendendam.
3. Koleris
Adalah si ambisius yang pandai berstrategi. Fokusnya pada hasil dan bukan pada relasi dengan manusia lain. Ini mengakibatkan perasaannya tumpul dan tidak terlalu perduli dengan orang lain. Baginya yang terpenting adalah bergerak cepat dan sigap lalu mendominasi atau memimpin orang lain. Sukses harus diraih oleh si koleris. Tidak bisa santai, sulit mengaku salah apalagi minta maaf.
4. Phlegmatis
Tipe orang yang menyenangkan. Humoris, sabar, penyuka damai dan tidak mudah melibatkan diri dalam aneka keributan. Sifatnya yang baik juga mudah membuatnya mengerti perasaan dan dapat bersimpati pada orang lain. Kelemahan tipe orang seperti ini adalah lamban dan suka menunda. Terkesan kurang aktif. Ini adalah bagian dari kontrol dirinya.
Dalam lingkaran pertemanan, saya bersahabat dengan tiga gadis lain sejak masa sekolah menengah pertama. Sekian lamanya waktu, kami berempat setelah dewasa ternyata sangat mewakili empat tipikal kepribadian tersebut diatas. Berbasiskan pemahaman sifat antara kami, yang memang kenal tidak sehari - dua hari, dalam banyak hal kami bertikai, kami selalu mampu menyelesaikannya. Mengapa? Karena sangat ‘hafal’ dengan watak masing - masing. Tentu saja ada kombinasi sifat yang terjadi dari empat tipe kepribadian tersebut, namun biasanya salah satu kepribadian akan paling menguasai dalam diri seseorang. Anda tipikal yang mana? Lawan debat Anda, siapa dia? Seperti apa wataknya?
Jika Harus Terlibat Perdebatan
Tentu ada situasi dimana mau tak mau kita harus berdebat. Mengapa? Karena kita sudah menetapkan dan memilih perdebatan kita. Dalam hal ini alasannya bisa jadi sangat personal, bisa juga karena atas tekanan hukum atau berada dalam situasi lain yang tidak dapat menolak perselisihan atau perdebatan.
Dalam forum resmi perdebatan seharusnya tampil elegan, dimana publik secara langsung akan mampu menilai dengan laku, mimik, logika dan argumen yang dilemparkan oleh masing - masing pihak. Menurut saya, profesi guru, dosen, pengacara dan pemimpin harus mampu melakukan debat elegan. Dan profesi - profesi lain juga seharusnya mampu berdebat sejauh berada dalam bidang profesionalisme yang sama. Ya maaf saja, kalau dokter jangan berdebat dengan tukang beca!
Ada beberapa perilaku dalam perdebatan yang patut dicermati.
1. Sikap Lembut dan Tenang
Tidak perlu berteriak dalam berdebat. Dengan asumsi tidak ada yang tuli, tidak perlu ngotot. Gunakan cara yang persuasif bukan agresif. Perdebatan seharusnya dimenangkan oleh argumen yang paling tepat dan masuk akal.
2. Tempatkan Lawan Bicara Bersisian Pada Posisi Anda
Berkatalah dengan baik dan bijak. Posisikan lawan Anda bersisian dengan Anda. Katakan bahwa Anda yakin mereka akan setuju dengan hal – hal yang sifatnya mendasar terlebih dahulu. Jangan tempatkan diri Anda pada posisi berhadapan dan siap serang.
3. Jangan Menyerang
Langsung mengatakan “Anda salah besar!” atau “Anda Bodoh!” Tentunya akan sangat menjengkelkan bagi orang yang mendengar hal tersebut. Sebaliknya Anda harus mampu mengedepankan logika dan argumen yang masuk akal secara jelas dan berurutan, bukan langsung menyerang. Kalah – menang urusan nanti, setidaknya cara berbicara Anda akan menunjukkan siapa Anda. Keseluruhan dari IQ, EQ dan SQ Anda.
4. Jangan Kasar
Jangan sekali – kali berkata kasar sekalipun lawan bicara Anda demikian, memanggil Anda dengan julukan yang tak pantas. Disini fungsi kontrol emosi Anda harus dijalankan. Semakin kasar lawan bicara Anda, semakin nampak bahwa sesungguhnya ia kehilangan fakta untuk mendebat Anda lebih lanjut, Anda boleh tersenyum dan menahan diri.
5. Samakan Persepsi Mendasar
Jika persepsi mendasar saja sudah tidak sama, untuk apa berdebat tentang hal yang lebih sempit atau menjurus sifatnya? Ini seperti orang Cina bercakap dengan bahasa mandarin dan orang Arab menjawab dalam bahasa Arab. Jika, orang Cina dan Arab itu masing – masing dapat bercakap dalam bahasa Inggris walau sangat minim, masih ada titik terang untuk berlanjut! “Me – You – Talk.”
6. Konsisten Pada Topik Debat
Sudah lumrah dalam perdebatan yang kian memanas, salah satu atau kedua belah pihak kemudian saling mengucapkan hal – hal yang diluar topik utama. Sekalipun ingin meledak marah ketika lawan debat mengucapkan “Gue tau loe anak siapa!” acuhkan saja, fokus kembali pada inti perdebatan yang beretika.
7. Berikan Pertanyaan
Dalam perdebatan tanyakan pada lawan debat Anda. Hal – hal yang sifatnya mengarah pada kebenaran dan hal – hal yang logis, mendukung argumen Anda. Bisa dimulai dengan pertanyaan, “Dapatkah Anda contohkan?” Atau “Apakah menurut Anda hal tersebut masuk diakal?” Jika lawan bicara Anda mulai kesal karena kebenaran mulai terungkap, artinya Anda juga sudah mendekati kemenangan.
8. Berdiam Dirilah
Jika setelah mengemukakan argumen berdasarkan fakta yang kuat dan lawan bicara Anda masih saja tak mau mengalah, bahkan terus membombardir Anda dengan segala argumennya sendiri, berdiam dirilah! Banyak perdebatan yang dimenangkan justru tanpa berdebat sama sekali.
9. Kenali Fakta
Kenali fakta dengan baik. Jangan memperdebatkan sesuatu yang tak jelas apalagi ngawur, faktanya harus ada. Berdebatlah jika Anda sungguh tahu medan permainan dan fakta kebenaran.
10. Akui Jika Anda dikalahkan
Jika semua fakta yang Anda kumpulkan relevan, seharusnya Anda menang. Namun ada kalanya lawan bicara Anda mampu mengemukakan fakta yang lebih baik dan bahkan menyudutkan Anda. Akui! Di dalam menerima kekalahan perdebatan, Anda harus menunjukkan kebesaran hati Anda. Mengalah demi kebenaran, jangan bersikap konyol kekanakan demi kemenangan. Orang lain akan angkat topi karena Anda bijak dan bukannya ‘ngeyel’.
Mengalah Untuk Menang
Mengapa Anda boleh mengalah untuk menang? Kemenangan bukanlah segalanya. Ada hal - hal yang lebih baik yaitu melihat kenyataan, menemukan kebenaran dan menjaga kedamaian dalam hati Anda. Emosi dan kebencian tidak seharusnya merusak hubungan baik hanya karena masalah perbedaan pendapat. Berikut ini hal - hal yang dapat menjadi pertimbangan mengapa kita boleh mengalah untuk menang.
Tidak ada Kemenangan yang Hakiki
Dalam debat yang paling resmi sekalipun, ketika perdebatan usai pihak yang kecewa bisa jadi akan terus ‘berdengung’ dibelakang layar, mengungkapkan ketidakpuasan. Mengemukakan temuan - temuan lain mengapa ‘jagoannya’ kalah. Mereka tetap tidak mau mengakui bahwa Anda menang.
Berdebat Menuai Konflik
Dalam suasana persahabatan, debat terasa indah dan intim. Namun jarang ada perdebatan semacam ini khususnya diantara orang - orang yang tidak saling mengenal dengan baik. Yang terjadi justru menuai masalah berikutnya dan kita lalu menyesal karena telah mengucap kata - kata yang sebenarnya tak pantas.
Secara Legal Perselisihan Berakhir dalam Persidangan
Dalam masalah yang berlarut, perdebatan tak lagi dibutuhkan. Perselisihan kemudian masuk ke ranah hukum, dimana pengacara yang terlatih dan dewan juri akan memberikan keputusannya. Padahal mereka tidak terlibat langsung di dalam perselisihan. Jadi kenapa harus lelah berdebat jika pada akhirnya dapat berakhir demikian?
Perasaan Tak Dapat Didikte
Perasaan Anda tidak seharusnya didikte oleh orang lain. Seringkali orang akan menyerang perasaan Anda. Dengan mengatakan bahwa Anda mengada - ada, tidak rasional atau sensitif. Biarkan saja. Perasaan Anda sifatnya milik Anda pribadi, tidak terbantahkan dan tak dapat didikte. Jika Anda yakin dan itu adalah suara dari hati nurani Anda, acuhkan saja serangan orang lain tersebut.
Respek Tak Dapat Dipaksakan
Anda mengerti benar hingga dimana batas - batas Anda telah dilanggar oleh orang lain. Jika hal itu terjadi, Anda harus menetapkan dengan tegas mana yang tidak dapat ditoleransi oleh Anda. Yang tidak diperlukan adalah “menjelaskan” kepada mereka “mengapa”, karena kebutuhan Anda dan mereka tidak sama, tak dapat dipaksakan satu sama lain. Anda tidak butuh pendapat mereka dan sebaliknya mereka juga tidak rugi apapun hanya karena Anda tidak sependapat.
Berhentilah Memaksakan Pendapat
Berdebat itu intinya adalah memaksakan pendapat Anda demi mengontrol orang lain. Artinya Anda memaksa mereka berpikir, merasa dan berperilaku sesuai dengan yang Anda inginkan. Bukankah Anda sendiri akan terganggu, jika ada orang yang berlaku demikian pada Anda??
Berdiskusi secara sopan dan saling tukar opini dengan bersahabat rasanya lebih tepat dilakukan ketimbang debat kusir semata. Hidup seharusnya lebih bermakna untuk menyebarkan kebaikan, menjalin persahabatan dan menolong orang lain. Siapapun mereka! Hidup ini tidak abadi, sifatnya sementara, apa masih harus dirusak dengan benci dan angkara murka hanya karena adu kata - kata? Anda tidak harus selalu hadir dalam setiap perdebatan yang mengundang. Macan yang diam tetap ditakuti, sebaliknya anjing yang kebanyakan menggonggong akan dilempar!